Hujan Kali Ini Begitu Manis (Cerpen)

Diposting oleh Summer Coffee on Selasa, 20 Maret 2012


AGAK tergesa-gesa, Tika keluar dari mal besar itu. Antrean panjang di kasir tadi membuatnya tak sabar. Saat Tika masih ada kuliah tadi, mama mengirim SMS datar belanjaan yang mesti di beli. Jadilh Tika harus mampir ke sana sepulang dari kampus untuk membelinya.

Sambil menenteng belanjaan yang lumayan berat, Tika berjalan dengan langkah lebar. Menaiki eskalator, dia baru bisa mengatur nafasnya. "Duh, capeknya..." Tika bergumam kecil.
Dia hanya ingin cepat-cepat sampai rumah. Meluruskan kaki dan berdiam di dalam kamarnya yang dingin.

Begitu sampai di pintu keluar mal, tampaknya Tika harus segera melupakan keinginannya segera sampai rumah. Karena dalam sepersekian detik, langit mnjadi gelap dan hujan turun dengan derasnya. Breeesssss... Di sertai angin yang begitu kencang setelahnya. Dengan segera Tika membuka tasnya, berharap menemukan jaketnya di situ. Sampai akhirnya Tika tersadar bahwa jaketnya tertinggal di motor yang dia parkir di depan mal. Saat Tika sibuk mengatur belanjaannya agar tidak kehujanan, sebuah suara menyapa.

"Payung, Mbak..." Tika menengok. Seorang bocah laki-laki kecil berusia sekitar 10 tahun dengan kaus basah kuyup berdiri di depanya, menyodorkan payung yang dia bawa. Tika menyadari, bocah itu menawarkn jasa ojek payung.
"Oh iya, sebentar. Aku beresin dulu," kata Tika sambil menunjuk barang belanjaannya.
"Iya Mbak," bocah itu menyahut.
Tak lama berselang, seorang bapak yang baru saja datang memanggil bocah yang tadi menawarkn payung kepada Tika.
"Dik, payung". Tapi bocah itu menolak dengan halus. "Saya menunggu Mbak ini, Pak. Maaf, saya panggilkan teman saya saja," ujarnya sambil berteriak memanggil nama temannya. Tika kaget. Bocah itu bisa saja meninggalknnya karena ada orang lain yang akan menggunakan jasanya. Tapi, dia memilih untuk menunggunya dan membagikan rezeki pada temannya.
"Dik, kenapa bapak tadi di tolak?" tanya Tika.
"Kan saya sudah bilang mau nunggu Mbak". Jawab lugu si bocah.
Tak urung, Tika tersenyum mendengar jawaban polos itu.
"Sini agak minggir biar nggak kena hujan," tawar Tika. "Gapapa, Mbak, saya sudah biasa kena hujan," jawabnya lagi.

***

Si bocah melangkah menjejeri Tika. Memegangi payungnya supaya bisa melindungi Tika dari hujan. Karena Tika lumayan tinggi, bocah itu kesulitan memayungi Tika. Tika trsenyum. "Biar aku saja yang bawa payungnya. Sini..," tawarnya. Si bocah tersenyum malu, lalu menyerahkn payungnya.

"Namamu siapa?" tanya Tika.
"Andri, Mbak," jawabnya bocah tadi. "Sekolah?"
"Iya Mbak. Saya kelas V SD," jawab Andri.

Sambil berjalan menembus hujan yang lebat, Tika mengajak ngobrol kawan kecilnya itu. "Kamu nggak di marahi Ibu kamu hujan-hujanan kayak gini," tanya Tika penasaran.
"Tadi cuma bilang mau main sama temen, tapi biasanya Ibu gak marah kok. Kan nanti duitnya saya kasih juga ke Ibu. Buat beli buku dan beras," jawab Andri.

Tika terdiam beberapa saat. "Udah biasa Mbak. Tiap hujan begini, saya sama teman-teman sering jadi ojek payung. Kalau nggak gitu, bantuin tetangga jual koran di perempatan," Andri meneruskn ceritanya.
"Wah, berarti qm sering bolos ya?" tanya Tika lagi. "Enggak, Mbak. Saya kan cari duit buat sekolah. Kalau sampai bolos rugi dong. Soalnya Ibu kerjanya juga gak tentu. Kadang dapat duit cukup, kadang kurang. Paling tidak, dari ojek payung dan bantu jual koran, saya bisa beli buku sendiri," kata Andri.

Hati Tika tergetar. Andri, bocah kecil itu, lebih dewasa daripada usianya. Kata-katanya menyentuh hati Tika. Ketulusan yang terpancar dari ucapan dan sikapnya, membuat Tika merasa harus banyak belajar dari bocah kecil itu.

Rasa lelah karena harus berbelanja sepulang kuliah yang padat langsung lenyap.

Ketika sampai di tempat parkir, angin bertiup sangat kencang. Payung yang di pegang Tika terlepas. Andri buru-buru mengambilnya sambil meminta maaf. "Maaf ya, Mbak jadi kebasahan". Tika tersenyum. Andri membetulkan payungnya, lalu mengantar Tika sampai ke tempat motornya di parkir.

***

Bocah kecil itu benar-benar tulus. Dia kembali menunggu saat Tika mengatur barang belanjaannya di motor, menyiapkan STNK dan karcis parkir, lalu memakai mantel. Andri sendiri berdiri di samping Tika, memegangi payung sebelah tanganya membantu membawakan helm.

"Makasih ya," Tika lalu menyerahkan selembaran uang Rp 10 ribu kpd Andri.
"Mbak, ini kebanyakan. Seribu aja biasanya, saya tidak punya kembalian," kata Andri.
"Nggak apa-apa, kembaliannya buat kamu," Tika tersenyum.
Andri pun ikut tersenyum, lalu mengucap terima kasih pada Tika.
"Kamu mau nyeberang lagi ke mal? Bareng Mbak yuk," tawar Tika. Tapi Andri menolaknya dengan halus. "Sudah, Mbak, saya jalan saja. Makasih ya Mbak, hati-hati," bocah itu menjawab dengan sopan. Dia pun beranjak meninggalkan Tika.

Tika tertegun beberapa saat. "Eh, Andri, kamu sering main ke mal ini?" Tika setengah berteriak.
"Iya, Mbak kalau hujan," jawab Andri.

Hujan kali ini begitu manis buat Tika. Perkenalannya dengan bocah kecil sang ojek payung meninggalkan banyak kesan di hatinya.

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar