(Cerpen) Sosok Wanita Paling Sempurna

Diposting oleh Summer Coffee on Selasa, 13 Desember 2011

I Love You Mom
"IBU, aku mencintaimu seperti tumbuhan yang urung mekar dan membawa jiwa bunga-bunga itu di dalam dirinya. Karena cintamu, aroma harum yang pekat tumbuh diam-diam dalam tubuhku." Saat aku menulis ini, hujan tiba-tiba turun dengan dahsyatnya. Rumahku yang atapnya hanya berlapis seng tentu menjadi sangat ribut. Membuat konsentrasiku sedikit terganggu, apalagi angin yang berhembus seakan membuat rumahku terkoyak, bagaimana tidak terkoyak, dindingnya saja terbuat dari anyaman bambu. Korneaku lalu berputar, mencari lalu meraih titik pandang terkecil, sebuah kertas kusam. Aku melindunginya agar bocoran air hujan tidak membasahinya. Yaa, karena saat ini aku hanya ingin menceritakan ibuku di kertas ini. Ibu yang selalu dengan ikhlas memberi dan seperti kata lagu, beliau tak mengharap kembali. Masih ku ingat jelas, saat dia menggandengku sendirian pada suatu malam, saat rumah kami luluh lantak dengan tanah karena tergusur. Kami berjalan kaki jauh sekali, dari caranya berjalan, dia tampak sangat letih. Ibu berbisik lembut padaku. "Sabarlah, Nak, kita akan segera berteduh. Ibu akan selalu melindungimu," katanya lalu menitikan air mata. Suara ibu lembut sekali, menenangkan relung jiwaku. Hingga dinginnya malam pun tak dapat menusukku. Aku hanya tak ingin melihat ibu menangis lagi. jauh sekali kami berjalan, hingga tak terasa hujan t'lah berhenti. Akhirnya kami berhenti di sebuah masjid kecil, di masjid itu kami membersihkan diri. Setelah bersih, ibu meraih mukenah dan melaksanakan sholat, sementara aku, aku tertidur di sampingnya. Dalam sayup-sayup, ku dengar ibu berdoa untuk keselamatan bapak di negeri seberang. Ibu juga berdoa untuk kami.

Kalau aku di izinkn berbicara oleh Allah, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sayang ibu. Aku tak ingin melihat ibu menangis lagi. Aku hanya ingin melihat ibu selalu tersenyum. Tanpa terasa air mataku jatuh, aku mencoba menutupinya karena tak ingin ibu sedih jika melihatku menangis. Aku memang seorang tunawicara. Tuhan mmberiku anugerah ini sejak lahir. Hanya ibu yang selalu membangkitkan semangatku. Ibu juga yang tidak pernah membeda-bedakan aku, dan selalu menyayangiku.

Usapan lembut di kepalaku mengusik tidurku. Ternyata itu adalah tangan bapak. Ah,,lagi-lagi aku bermimpi. "Sudahlah, Nak. Tak usah menangis lagi. Biarkan ibu tersenyum karena melihatmu tersenyum disini," kata bapak membisikku.Yaa, ibu meninggal dua tahun lalu. Dia mengalami kecelakaan saat hendak membeli makanan untukku. Kini aku tinggal bersama ayahku. Ku raba wajahku, mataku sembab. Ternyata aku menangis lagi. Sedangkan kertas yang hendak ku gunakan untuk menceritakan ibuku masih kosong.Aku sangat ingin menulis tentang Ibu. Menuangkan kisah ini untukmu kawan. Namun, aku tak mampu. Aku buta huruf. Kertas ini menjadi kusam karena setiap malam selalu ku hujani dengan air mata.
Ibu,,semoga engkau bahagia disana. Aku sayang ibu.

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar