A Letter To Vanesa (Cerpen)

Diposting oleh Summer Coffee on Rabu, 21 Maret 2012


JAM dinding tengah bersiap menggerakkan jemarinya kearah angka 12. kutarik selimut tipisku hingga ke bahu. lalu ku tengadahkan ke dua tanganku. "Ampuni dosa hamba, dosa ke dua orang tua hamba, dan lindungi vanesa dimanapun dia berada. Amin".

Saat mataku setangah terpejam, handphoneku tiba-tiba berbunyi. Satu pesan masuk. Ku baca pesan itu, ternyata dari salah satu temanku. "Dit, cepat ke RS bakti, Vanesa kecelakaan", ku baca sekali lagi, mencoba meyakinkan diriku. Ternyata benar, segera ku ambil kunci motorku, tanpa memperdulikan apapun, ku pacu motorku dengan sangat kencang. Karena aku hanya ingin segera bertemu vanesa. Aku ingin tau apakah dia baik-baik saja.

* * *

Waktu begitu cepat berlalu, tiga bulan sudah Vanesa meninggalkanku, meninggalkan semuanya. Vanesa, gadis yang setiap malam selalu ku sebut namanya dalam doa lirihku. Vanesa, gadis yang kepadanya belum sempat ku utarakan perasanku.

Terkadang, aku merasa tuhan tak adil kepadaku. DIA bilang, DIA menciptakan makhlukNya berpasang-pasangan. Tetapi, nyatanya DIA mengambil Vanesa dari hidupku. DIA mengambil Vanesa dalam waktu yang sangat singkat ini.

* * *

Jakarta, 2 januari 2001
Dear vanesa,

Telah lama ku pendam perasaan ini. Telah lama pula aku merasakan indahnya jatuh cinta. Jauh hari sebelum kau meninggalkan kami untuk selamanya. Dalam kesendirianku. Teruntuk kamu gadis yang telah dipilih oleh hatiku.

Radit


Kulipat surat itu menjadi empat bagian, lalu ku masukkan kedalam loker nomor 703, loker milik vanesa. Aku tau, mungkin jika ibuku mengetahui apa yang ku lakukan sekarang, beliau pasti akan memeriksakanku ke psikiater. Aku pun tau surat itu takkan pernah terbalas semuanya. Tapi aku tak peduli.

* * *


Jakarta, 8 februari 2001
Dear vanesa,

Apa kabar sayang? Tiga bulan lagi ujian kenaikan kelas. Aku tak yakin apa aku bisa melaluinya tanpa hadirmu. Aku memang bodoh. Dulu, sebelum kau pergi, aku terlalu lama meyakinkan hatiku bahwa aku benar-benar mencintaimu. Aku terlalu munafik untuk mengakui apa yang hatiku telah lama teriakkan. sekarang semua pengakuan ini sudah tak laku. Aku menyesal.

Radit


Ku ulang kembali apa yang ku lakukan sebulan lalu. ku buka kembali loker 703 itu, ku taruh surat itu tepat di atas surat sebelumnya.

* * *


Jakarta, 20 maret 2001
Dear vanesa,

Puisi untukmu

kepadamu aku rindu
merasakanmu sungguh
seperti bayi yang kehilangan selimutnya
dingin terasa
sesak tak ter tahan
air mata yang sulit untuk di hentikan
layaknya hujan yang turun begitu deras
begitupun mata hati yang susah untuk ku arahkan
sungguh aku sangat merindukanmu disini.

Radit


Aku berjalan menuju loker itu, ku masukkan lagi surat itu di atas surat-surat sebelumnya. Semua ku tujukan untuk Vanesa. Surat-surat yang tak akan merubah apapun. Dan aku yakin hanya hanya aku yang pernah menyentuhnya.

* * *

Malam ini berhiaskan sunyi dan hampa, sehampa hati dan pikiranku. Sudah lebih setengah tahun hidupku seakan berjalan di tempat. Vanesa, gadis itu penyebabnya. Aku sadar apa yang kulakukan selama ini adalah perbuatan yang di benci oleh Tuhan. Aku terlalu meratapi kepergiaannya. Harusnya aku sadar, Tuhan mengambil Vanesa, karena Tuhan begitu sanagat menyayanginya.

Yaa, masa depanku telah menunggu untuk ku cerahkan. Aku harus beranjak...


Jakarta, 18 april 2001
Dear vanesa,

Mulai sekarang kau boleh lega. Aku akan berhenti meratapi apa yang telah terjadi. Mungkin dulu aku terlalu lama untuk segera mengungkapkan isi hatiku. Hingga akhirnya kini kau pergi dan meninggalkan ku untuk selamanya.
Kau pergi dengan damai. Sedangkan aku, aku disini hidup dalam penyesalan yang teramat sangat atas kebodohan ku. Tapi, mulai sekarang aku akan berubah, aku akan begerak dan menggapai masa depanku.
Aku juga tak ingin membuatmu sedih disana karena melihatku terus meratapi kepergianmu. Aku akan pindah ke Surabaya. Sekarang aku ikhlas melepasmu. Bahagialah kau disana, di tempat terindah di sisiNya.

Radit


Untuk kali terakhir aku berjalan menuju loker itu, loker Vanesa. Loker yang selama tujuh bulan terakhir menjadi saksi semua rasa kehilanganku terhadap Vanesa.
Kulipat surat itu menjadi empat bagian, ku masukkan ke dalam loker, persis seperti apa yang ku lakukan sebelumnya.
Ku pandangi tumpukan surat-surat tak bertuan itu selama sepersekian detik, lalu ku tutup pintu loker itu secara perlahan. ku bawa kunci loker itu. Aku pergi untuk selamanya.

* * *


Tiga bulan sudah aku memendam perasaan kepada Rani, anak kelas sebelah. Tapi sampai saat ini aku masih belum siap mengungkapkan perasaanku. Entahlah.

Hari pertama setelah liburan kenaikan kelas, artinya loker-loker kami saat kelas satu kemarin akan berpindah tangan. Aku sendiri mendapat loker nomer 703. Gosip yang ku dengar, loker itu sudah 10 tahun tidak di buka. Mereka bilang kuncinya hilang. Dan baru-baru ini mereka membuat duplikatnya. Sudahlah, tak apa.

* * *


Ku buka loker baruku, agak susah, tapi akhirnya terbuka juga. Sepertinya, gosip tentang loker ini memang benar adanya. Nampak debu memenuhi isi loker ini. Dan ada beberapa surat di dalamnya. Ku ambil surat-surat itu. Lalu ku bawa pulang.

Surat itu bejumlah empat. Di tulis 10 tahun yang lalu oleh seseorang bernama Radit. Dan semua surat itu di tujukan kepada gadis bernama Vanesa. Semua yang tertulis di surat ini terasa benar-benar nyata. Nyeri hati ini kala ku tahu bahwa gadis yang bernama Vanesa telah menghadap Tuhan sebelum Radit menyatakan perasaannya.

Esoknya, ku kembalikan surat-surat itu di loker baruku, loker yang akhirnya aku tau, ternyata bekas loker milik Vanesa. Aku sadar, semua yang terjadi pada radit 10 tahun yang lalu, adalah cerminan dari diriku sekarang, aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaanku pada gadis pujaanku, sama seperti Radit yang terlambat mengungkapkan semuanya pada Vanesa. Bukan hanya terlambat, Radit selamanya tak akan pernah bisa mengungkapkan isi hatinya pada vanesa.


Sesaat kemudian, Rani berjalan di depanku. Sepertinya aku tau apa yang harus ku lakukan. Yang pasti, aku tidak ingin apa yang terjadi pada radit terjadi juga padaku.

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar