Catatan Perjalanan Aremania, Kadit Itreng Kera Ngalam

Diposting oleh Summer Coffee on Sabtu, 05 Mei 2012


Catatan Sepakbola Sigit Nugroho (wartawan BOLA) - 05 jan 2000

KADIT ITRENG KERA NGALAM?

Entah kapan dimulainya bahasa aneh yang berkembang di masyarakat Malang. Mereka suka membolak-balik kata. Tidak ngerti jadi kadit itreng. Arek Malang jadi Kera Ngalam. Namun, budaya jalanan itu telah diterima dengan baik oleh warganya.
Bukan cuma karena ingin membuktikan hal itu kalau pada pekan ketiga Desember lalu saya nekat pergi ke Malang meski kondisi tubuh sedang sakit. Fokus saya lebih tertuju pada Aremania, kelompok suporter tim Singo Edan.

Harumnya citra mereka sudah saya cium langsung di beberapa kota. Yang paling buncit, saat mendukung Caris Yulianto dkk. di Stadion Lebak Bulus, Jakarta, di LI V. Kala itu Arema dibungkus Pelita Bakrie 0-1. Aremania tak mengamuk, layaknya kelompok-kelompok suporter tim lain. Mereka bahkan memaafkan dan membesarkan hati para pemain. Soal kreasi di tribun rakyat, jangan tanya. Mereka jagonya. Cuma, apakah sikap menerima kekalahan juga berlaku di Malang? Lain soal. Sebab beberapa tahun lalu, kota Malang (terutama mobil-mobil pelat nomor L (Surabaya) kenyang pengalaman menerima pelampiasan kekesalan suporter. Kebetulan, 22 Desember itu Arema akan menjamu Persija dalam sebuah partai uji coba di Stadion Gajayana.
Peluang kalah amat terbuka sebab yang mereka hadapi adalah tim matang dan sarat bintang. Dugaan saya benar. Bambang Pamungkas dkk. membungkam tuan rumah 2-1.
Jujur saja, demi pembuktian naiknya tingkat sportivitas Aremania, saya memang sedikit berharap Arema kalah. Ini bukan perkara dukung-mendukung tim, sebab sebagai wartawan saya mesti netral.
Fakta di lapangan ternyata amat mengejutkan sekaligus membanggakan. Sekali lagi, mereka bisa menerima kekalahan dengan sportif. Tak ada amuk masa. Memang,sempat terjadi sepotong insiden yang melibatkan striker temperamental Arema asal Cili, Rodriguez “Pacho” Rubio dengan stoper Persija, Nur’alim. Perkiraan saya, mereka bakal mengeroyok Nur’alim. Kejadian itu nyaris terjadi tatkala sekelompok massa berloncatan dan memburu pemain Persija itu. Namun, mereka segera disambut rekan-rekannya, sesama Aremania.

Bisa Ditularkan

“Hei, ingat! Kita bukan bonek! Jaga citra Aremania! Jaga citra Malang!” begitu seru para pemimpin kelompok lewat pengeras suara. Dan sebuah momen yang tak terlupakan sempat saya rekam. Para Aremania yang masih mentah dan emosional itu dihajar balik oleh ratusan Aremania yang benar-benar ingin menjaga citra tim dan kotanya!
Soal Pacho? Mereka bahkan mencemoohnya. “Sudah tidak zamannya lagi pemain mengumbar emosi. Makanya kami selalu tekankan kepada pemain dan suporter untuk bertindak sportif. Jangan berbuat kasar, apalagi onar seperti bonek,” ucap Ivan Syahrul, Aremania dari kelompok Ultras.
Tentu saja, para bonek tak perlu panas hati mendengar sentilan Ivan. Sebab, tidak semua suporter Persebaya bermental jelek. Cuma, harus diakui, perilaku arek-arek Suroboyo yang brutal lainnya telah mencemari citra tim Bajul Ijo.
Saya bertanya-tanya, akankah di tahun 2000 nanti pemahaman suporter Arema tentang sepakbola positif tersebut bakal bisa ditularkan ke kota-kota lain di Indonesia? Jawabannya ada pada masyarakat sepakbola Indonesia semua, baik PSSI, klub, pers, dan para suporter itu sendiri. PSSI perlu lebih proaktif dalam menyikapi iklim baik ini. Jangan lagi cuma mengandalkan perbaikan alamiah yang tumbuh di luar seperti gaya PSSI selama ini.
Pers pun perlu mensosialisasikan segenap perkembangan agar bisa memancing kesadaran warga bola lainnya. Mari kita bekerja sama.

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar