Tsunami (Cerpen)

Diposting oleh Summer Coffee on Rabu, 21 Maret 2012


The term of "tsunami" comes from the japanese which means har bour ("tsu") and ("nami"). A tsunami is a series of waves generated when water in a lake or a sea is rapidly displaced on a massive scale.

***

Siang ini sama seperti siang-siang kemarin. Membosankan. Karena aku harus berjalan kaki dari sekolah menuju rumah yang lumayan jauh. Aku menghela nafas panjang. Kaki sudah pegal berat. Keringat mengucur deras. Aku mempercepat langkahku sambi ke dua mataku waspada mencari toko yang menjual minuman.

"Akhirnya aku menemukanmu," gumamku lega. Aku melihat sebuah toko kecil di gang. Segera ku beranjak menuju toko yang sepi itu. Dan mencari teh botol favoritku. Minuman itu terasa dingin di tanganku. Tanpa membuang banyak waktu, aku membawa minuman itu ke kasir.

"Mbak, mau bayar," kataku pada seorang kasir yang sedang menunduk. "Oh, iya, sebentar..." ucapnya sambil mengangkat kepalanya dan tersenyum padaku. Aku terperana menatapnya. Cantik banget!! Sumpah!! Wajahnya putih bersih. Rambutnya lurus di biarkan terurai. Dan senyumnya, maut!! Sepertinya dia bukan orang indo asli.

Sekilas aku melihat name tag-nya : Naomi.

"Mas, jadi bayar?" katanya mengagetkanku. Aku buru-buru meraih dompetku. "Oh, ya! Berapa?" "Lima Ribu Rupiah," jawabnya. Tapi apa yang terjadi. Aku shock saat melihat lembaran di dompetku tidak ada uang lain! Alamak! Gimana ini? "Ada masalah?" tanyanya.

Akhirnya aku keluarkan tiga lembar seribuan terakhirku itu. "Cuma ada tiga ribu. Bentar deh. Aku ambil minuman yang lain aja," jawabku. "Ehh nggak usah. Ambil aja. Kamu kayaknya capek banget." Aku tersipu malu mendengarnya.

God, I think I'm falling in love at first sight.
Rasanya ada ombak besar yg menghantam hatiku.

***

Sudah beberapa hari aku memendam perasaanku ini. Yah, aku memang ingin sekali menemuinya. Tapi bila aku datang ke toko itu setiap hari, dia pasti curiga.

"Bagaimana kamu bisa suka sama dia kalau kamu belum tau tentang dia," tanya salah satu temanku.
"Jangan tanya aku. Tanya hatiku."
"Gombal!" seru temanku tadi.
"Sebaiknya kamu datang lagi ke toko itu. Ajak dia ngobrol."
"Tentang apa?" Aku masih tidak tertarik dengan sarannya.
"Besokkan kita ulangan bahasa jepang."
keadaan berbalik 180 derajat. Sekarang aku merasa tertarik dengan idenya.

Aku masuk perlahan ke toko itu. Naomi masih terlihat di balik meja kasir itu. Aku hanya bisa melihatnya dari kepala sampai perut. Aku bisa membayangkan seandainya dia berdiri di sebelahku, dia pasti terlihat anggun dan cantik.

"Hei!" sapanya sambil tersenyum ramah kepadaku. Aku memandangnya malu. Sudah banyak kebodohanku di depan dia. Tapi sekarang kesempatanku. Aku harus bisa berkenalan dengannya.

Aku menarik nafas dalam-dalam.

"Hai... Kamu orang jepang ya?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Mm.. Nggak juga kok. Dari aku lahir, aku tinggal di indonesia, Ayahku memang orang jepang dan kerja disana, tapi aku hanya beberapa kali ke sana. Dari mana kamu tau kalau aku keturunan orang jepang? Dari namaku?" Aku mengangguk malu.
"Ya, namaku memang Naomi.
Kamu?" Seketika aku kaget mendengar dia bertanya seperti itu. Bisa ku rasakan tubuhku menjadi kaku.
"Aku.. A..andre," jawabku terbata.
"Oke, senang bisa kenal sama kamu, Andre," katanya ramah. Dalam hati aku girang bukan kepalang.
"Oh, iya! Kamu bisa bahasa jepang?" tanyaku. Naomi mengangguk.
"Besok aku ada ulangan. Bisa kan bantu aku nerjemahin beberapa kata?"
"Ya, aku mau." jawabnya.
"Hmm.. Gelombang?"
"Nami."
"Cinta?"
"Ai."
"Aku cinta kamu?"
"Aishiteiru."
Aku terdiam saat mendengarnya. Bisa ku rasakan detak jantung dan aliran darahku bergerak cepat. Secepat kecepatan pesawat terbang. Naomi memandangku penuh tanda tanya. Dan tanpa sadar, aku mengulang kata itu. "Aishiteiru....."

***

Aku melangkah keluar dari toko itu dengan perasaan super bahagia. Tapi belum jauh aku melangkah, satu suara cukup keras menghentikan langkahku.

"Andre!!!" Aku menoleh ke belakang dan aku tidak percaya siapa yang ku lihat. Aku terkejut.
"Uang kembaliannya ketinggalan," katanya saat dia sudah ada di hadapanku.
Aku tidak mampu bersuara. Aku membisu. Aku hanya bisa menggerakkan kedua tanganku perlahan dan menerima uang yang dia sodorkan.
"Jangan ketinggalan lagi, ya!" katanya dengan nada sedikit rendah sambil beranjak kembali ke toko. Sorot mataku masih menatapnya.

Naomi, Dia berjalan tanpa kaki. Dia menggunakan tongkat penyangga! Celananya tampak melayang di atas tanah. Aku masih tak percaya, dan rasanya ingin menangis. Seperti ada gempa dan letusan yang mengguncang hatiku.

Tsunami Always Brings Great Damage

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar