Sepak Bola (Seharusnya) Bukan Perang

Diposting oleh Summer Coffee on Minggu, 18 Maret 2012


FANATISME suporter sepak bola di indonesia sudah di luar jangkauan akal sehat. Tindakan mereka untuk menunjukkan kecintaan terhadap klub kebanggaannya sudah tidak bisa lagi di nalar. Fanatisme berlebihan berdampak pada seringnya gesekan antar suporter dari klub yang berbeda.

Parahnya, gesekan yang sering berujung pada kerusuhan itu tidak hanya terjadi pada saat dua tim dengan pendukung yang saling bermusuhan bertemu dalam sebuah pertandingan. Bahkan, saat tidak ada pertandingan yang melibatkan keduanya, gesekan itu sangat mudah tersulut.

Yang paling sering terjadi adalah saat rombongan para suporter harus melewati wilayah suporter yang selama ini bermusuhan. Seperti yang terjadi kala rombongan suporter Persebaya dalam perjalanan menuju Kota Bojonegoro untuk mendukung Persebaya melawan Persibo.

Dari Surabaya, perjalanan menuju Bojonegoro harus melewati Lamongan, yang merupakan homebase LA Mania, pendukung fanatik persela lamongan. Kedua kelompok suporter tersebut dikenal bermusuhan. Meski tidak ada pertandingan persebaya melawan persela, tapi kerusuhan pun tak terhindarkan dan memakan korban jiwa. Dan ironisnya, hal seperti ini juga terjadi di wilayah-wilayah lain di negeri ini.

Konon, permainan sepak bola memang terinspirasi dari perang. Karena itulah kita sering mendengar istilah-istilah dalam sepak bola yang cenderung bernuansa perang. Misalnya, striker, offence, defence, daerah pertahanan, zona terlarang dan sebagainya. Juga penggunaan kata dibombardir, untuk menggambarkan pergerakan pemain dan serangan lawan yang berulang-ulang mendekati gawang.

Yang terjadi dilapangan saat ini semakin menguatkan hal itu. Para suporter seakan menguatkan kesan bahwa sepak bola adalah perang.

Contohnya seperti insiden di lamongan dan Kota-kota lain tersebut. Mereka mengklaim kota mereka adalah daerah terlarang bagi lawan. Meski sebenarnya lawan tidak berniat menyerang, sekedar lewat pun tidak boleh. Kalau memaksa lewat, harus siap dengan resiko “diserang” sebagai bentuk pertahanan atas wilayah yang biasa disebut sebagai “ini kandang kita”.

Munculnya kelompok suporter yang bersekutu, semakin memperkental aroma perang dalam sepak bola. Persis ketika dunia masih dalam suasana perang dingin. AS membentuk pakta pertahanan NATO bersama negara sekutunya. Sementara Uni Soviet membentuk pakta pertahanan yang dikenal dengan pakta warsawa-nya untuk memerangi NATO.

Sama halnya seperti apa yang kita lihat sekarang di lapangan, dengan para suporter bola di negeri ini. Di Jawa Timur di kenal permusuhan sengit antara Bonek dan Aremania, pendukung fanatik Arema malang (sekarang Arema Indonesia). Di sisi Barat Jawa, The Jak Mania berseteru dengan Viking, kelompok suporter Persib Bandung.
Bonek pun bersekutu dengan viking. Sementara Aremania bersekutu dengan The jakmania. Sangat mirip bukan dengan perseturuan NATO melawan pakta warsawa tadi.

Perang dingin antara AS dan Uni soviet makin menipis. Peran NATO dan pakta warsawa pun makin tidak terasakan. Meski belum sepenuhnya bisa dihilangkan, tapi kemungkinan terjadi perang fisik antara kedua belah pakta pertahanan tersebut sangat kecil.

So, mengapa para suporter negeri ini tidak mengaca pada situasi tersebut. Dan mengapa masih saja mengobarkan semangat perang pada persepakbolaan di negeri yang sudah carut-marut dan penuh masalah ini. Apalagi, di negara-negara yang persepakbolaannya makin maju, sepak bola sudah menjadi entertainment.

Sepak bola sudah menjadi industri. Nuansa perang pun nyaris tidak terasakan lagi. Kalaupun ada, bentuknya tidak lagi perang fisik. Namun, perang sponsor, perang bisnis, perang kreatifitas, dan perang-perang lainnya yang jauh dari kekerasan fisik.

Sementara disini, di negara yang mayoritas penduduknya menggilai bahkan menuhankan sepak bola, masih sulit menjadikan olah raga yang paling populer sebagai tontonan yang menarik. Apalagi, menjadikannya industri entertainment.

Bagaimana sepak bola menjadi menarik jika masih saja terkesan menakutkan?
Apakah “perang” itu yang menurut kalian lebih menarik? Entahlah...

Related Post:

Komentari

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar