Yap, banyak hal baru yang gue rasain ketika semakin lama semakin dalam mengenal tim singo edan ini. Dan semua hal-hal baru itu membuat gue semakin dan makin cinta terhadap Arema.
Rasa cinta ini berubah menjadi fanatic, sedikit berbagi cerita. Tentang beberapa pertandingan Arema yang akhir-akhir ini selalu jatuh pada hari dan jam kerja, ternyata itu membuat gue kalang kabut atau bisa di bilang jadi galau. Rasanya buat kerja pun ngga tenang. Karena satu hal, takut melewatkan satu detik pun perjuangan para punggawa Arema di lapangan hijau, takut ngga bisa liat semangatnya nawak-nawak di malang, yang walaupun hujan deras, walau panas membara tetapi tetap datang ke kanjuruhan dan selalu siap untuk membirukan kanjuruhan. Dan setiap gue liat kanjuruhan yang penuh sesak dengan Aremania/nita, hati gue selalu lagi-lagi maksa pengen ada di sana.
Tapi balik lagi, gue di Bogor, bukan di malang. Gue di kota yang mungkin bisa ke itung Aremania/nita nya. Atau walaupun banyak, kami terpencar jauh. Selain itu Gue juga tinggal di kota yang mayoritas mendukung si ‘Hijau’ dan si ‘Biru’ lainnya. Dan tentu bukan hal yang mudah untuk gue, atau mungkin nawak-nawak yang tinggal di Zona bahaya untuk tetap terus mempertahankan rasa cintanya kepada Arema di kota yang sangat frontal terhadap tim singo edan.
Dan karena itu semua, tentu aja membuat gue semakin sulit, bahkan untuk bisa tetap nonton Arema bertanding, entah untuk keberapa kalinya gue selalu izin untuk pulang duluan dengan berbagai alasan yang terkadang membuat gue tertawa sendiri. Karena semua alasan yang gue buat tentu aja ngga sepenuhnya benar, tapi gue ngga peduli. ‘Yang penting bisa nonton!’
*maaf ya bos..*
Terkadang gue merasa senang kalau ketemu nawak Aremania/nita di kota Bogor. Ngga tau kenapa kok rasanya seperti bertemu saudara sendiri. Dan semakin lama gue semakin yakin, rasa persaudaraan itu muncul karena satu selogan yang ngga asing lagi untuk di dengar yaitu: “SALAM SATU JIWA!” yang lama-lama menjadi terdengar seperti sebuah salam yang wajib setelah “asalamu’alaikum” yang tanpa sadar makin mempererat kepercayaan kita terhadap Arema.
Rasa ini mulai muncul ketika gue nemuin salah satu warung bakso sederhana yang dengan beraninya memasang spanduk besar-besaran bertuliskan “BAKSO AREMA” di depan warungnya. Sebenarnya ngga ada yang istimewa dari tatanan warung bakso tersebut, hanya gerobak biru dan beberapa meja yang di saungi oleh tenda berwarna biru juga. Justru yang bikin gue tertarik dari warung bakso ini adalah tempat di mana dia berjualan. Yaitu persis di sebelah outlet si ‘Hijau’ dan si ‘Biru’ yang lain itu.
Tentu aja ini sangat menarik pandangan mata warga sekitar situ yang mayoritas ‘Hijau dan Biru yang lain’. Kadang mereka kesal, dan sering bilang, “hei ini JAWA BARAT kang!, lo tinggal di mana dukung kok ke tim sana yang jauh banget sama khas sunda”. Atau mereka sering bilang, “Indonesia itu bukan milik Arema, yang bilang Indonesia itu milik Arema cuman orang yang ngga sekolah”. padalah kalau mereka mau mencermati, atau mungkin mengingat pelajaran bahasa Indonesia waktu jaman kita berseragam dulu, arti dari kata AREMA INDONESIA adalah termasuk dalam sebuah majas, yaitu majas pras pro toto. Pras pro toto sendiri mempunyai arti yaitu majas yang di gunakan sebagian unsur atau objek untuk menunjukan keseluruhan objek. Itu berati, arti dari sebutan AREMA INDONESIA adalah Arema di miliki oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan Indonesia yang di miliki oleh Arema. Arema sendiri adalah sebuah nama yang mewakili seluruh punggawa di dalamnya, termasuk Aremania dan Aremanita itu sendiri. Seharusnya mereka dapat mengerti hal itu, tapi gue ngga ngerti kadang hal seperti itu juga di besar-besarkan oleh mereka yang mungkin belum paham. Atau mungkin cenderung ikut-ikutan.
Kata-kata seperti itu juga sebenernya ngga asing di tujukan ke gue, bahkan sering kali gue di bilang pengkhianat. Atau bahkan ada yang terang-terangan bilang kalau gue terlihat menjijikan dan alay karena fanatic dengan Arema. dan respon gue? diem aja deh. udah bebal juga sama hal begitu. Toh ngga ada peraturannya juga kalau kita tinggal di suatu daerah tertentu harus mendukung tim daerah itu juga. Itu hak kita. benarkan Aremania/nita korwil?
Akhir cerita gue, gue cuman mau bilang, mungkin semua yang gue dan Aremania/nita korwil rasain, perjuangan yang kami lakukan ngga sebanding sama dua Aremania ketika tragedi Madiun yang terjadi pada tanggal 10 April 2005. Ah, tentu jauh. Pengabdian mereka untuk Arema benar-benar loyalitas tanpa batas. Hingga harus mengorbankan nyawanya sendiri. Sam Abdul Rochiem dan mat Togel, dua sosok yang jujur sebenarnya ngga gue kenal, tapi kisahnya membuat gue merinding terharu. Salut! Salut !! semoga tragedi tersebut bisa menjadi sebuah pembelajaran buat kita yang masih di beri kesempatan oleh Tuhan untuk tetap bisa berdiri tegak menyerukan semangat untuk Arema. dan semoga, kita yang mengaku benar-benar cinta terhadap Arema bisa terus belajar untuk menyingkirkan yel-yel yang tidak enak di dengar, karena gue yakin kalau kita punya seruan-seruan yang lebih indah selain harus menyebutkan tim yang frontal itu. setuju?
Dan akhir kata, ngga bosen-bosennya gue untuk bilang, SAVE AREMA dan SALAM SATU JIWA !
SarahAnna - Original Post
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar